Jumat, 04 November 2016

Jawaban gundahku..

Aku baru saja tiba di kostan, setelah berlatih wall climbing di kampus, mendampingi anggota divisi yang akan bertanding besok. Bukan hanya sekedar mendampingi, aku juga ikut berlatih. Ya. Beberapa hari terakhir aku merasa jenuh dengan kehidupan kampus, dan wall climbing ini jadi aktifitasku menghilangkan kejenuhan, di tengah urusan kampus dan himpunan kemahasiswaan.
Setibanya di kostan, ternyata ekspektasi akan kamar kostan yang lengang dan kondusif jauh dari harapan.
Kawan - kawan angkatanku seperti biasa berkumpul di kostan seusai bermain futsal, dan ada beberapa angkatan senior 2010 juga. Memang bukan hal yang asing, karena banyak senior yang seringkali mampir sekedar hanya basa basi ngobrol enak. Bukan masalah si, hanya saja bisa jadi masalah di saat aku lelah dan butuh istirahat. Memang keadaanku sekarang cukup lelah, lapar, kotor dan berkeringat. Jadi untuk membasmi laparku kuputuskan untuk makan terlebih dahulu. Dan eh ternyata, beberapa saat kemudian mereka bubar barisan ke habitat masing - masing. Alhamdulillah deh...
Di sela - sela aku makan, kunyalakan televisi untuk melihat perkembangan terakhir tentang aksi 4 november. Aksi yang sangat rancu di benakku, bahkan di nuraniku sulit ku temukan titik terang bahwa aksi ini memang harus dilakukan. Nuraniku begitu menentang aksi ini, walaupun setelah kupahami apa isi almaidah 51, tapi ini bukanlah jalan keluarnya. Sebagai aktivis yang pernah mengikuti beberapa aksi demo, aku menghawatirkan terjadi kericuhan dan ujungnya aksi yang mengatasnamakan membela Islam ini justru akan mencoreng nama Islam.
Aksi damai ini pun ternyata memang ricuh, kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab atas kericuhan dan kerugian publik ini. Apakah Islam menganjurkan kericuhan disaat tidak ada kesepakatan? Apakah Islam itu tak mengenal kata damai? Dan siapakah yang bertanggung jawab atas nama Islam yang dibawa dalam aksi ricuh ini. Allahu akbar bukan jargon aksi yang diakhiri dengan bakar - bakar. Islam tidak secekak itu, dan jihad juga bukan seperti itu. Memang aku belum menjadi seorang muslim yang mumpuni untuk berbicara hal ini. Tapi alangkah mirisnya ketika orang-orang yang berjuang mengatasnamakan jihad ini ditunggangi oleh orang - orang yang  memiliki kepentingan politik. Islam tidak mengajarkan berkata kotor, mencaci maki, menghujat, sekalipun terhadap orang kafir. Ini salah, jelas ini salah besar.
Hari ini menurutku kerukunan antar umat beragama di Indonesia telah ternodai dimata dunia. Islam itu indah dan Islam itu damai. Fanatis boleh namun bukan berakhir anarkis. Indonesia negara Pancasila, dan mayoritas penduduknya beragama Islam, (jika ditinjau dari ktp), dan mempunyai UUD 1945 sebagai pedoman yuridisnya. Islam memgajarkan tentang toleransi terhadap umat beragama lain, dan menurutku persoalan Ahok ini seharusnya ditinjau ulang, diklarifikasi dan diselesaikan secara musyawarah, bukankah di dalam Al - quran juga ada tuntunan bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai persoalan?
Aksi ini berakhir anarkis, ada mobil dibakar, sampah dimana - mana, beberapa fasilitas publik rusak, dan beberapa demonstran pun perlu dirawat medis karena kelelahan dan lain - lain. Cerdas dikit dong, Islam sudah dikambing hitamkan dengan isu ini. Aku sebagai orang politik tahu pasti, ini tahun politik di Ibu kota, tapi bukan begini cara menjatuhkan lawan politik, ada cara yang lebih sehat dan mendidik. Kalau sudah begini, dimana orang-orang yang tadinya menjanjikan aksi damai? Siapa yang bertanggung jawab mengganti kerugian atas rusaknya fasilitas publik? Lengang tak ada suara, begitu rusuh petinggi - petinggi itu pun menghilang seketika.
#saveindonesia
#saveislam
#islamitudamai
#islamituindah
Sekian hari ini, blog ini mungkin sebagai diari digitalku sebagai media ku bercerita tentang beberapa aktifitasku dan curahan hatiku.
Selamat malam ......