Senin, 12 September 2016

Flashback...

Sekarang pukul 01.10 dini hari, komplek ratulangi gang onta. Ditempat yang sama sperti dua tahun yang lalu dan beberapa waktu dekat yang lalu. Jika dulu posisiku berada di sini sebagai Mahasiswa baru, skarang aku telah menjadi senior demisioner yang baru saja melepas status pengurus di HMJ.
Bersama angkatan 2010 yang sekarang telah jadi alumni dan kawan maen kami dulu di kampus, dan skarang pun masih sama, meskipun selisih jauh antara 2010 dan 2013 tapi tidak menjadi jarak untuk pertemanan dan keakraban kami. Semua mengalir begitu alami, dalam wadah pengantar, Himagara.
Di ruangan cukup sesak,
3x3 meter, asap rokok mengepul berkecamuk, gelas kopi telah terdampar sisa ampas. Dua variabel yang selalu setia menemani diskusi kami.
Dan setiap pertemuan memang bukan tanpa isi, tapi terencana dengan alur yang telah diatur Tuhan. Meski diawali dengan senda gurau dan kartu remi, karena pada inti diskusi selalu dimulai lewat tengah malam dan berakhir sebelum subuh.
Ini pertemuan yang cukup langka, pengkaderan terselubung yang tak pernah aku sadari sebelumnya. Hingga sekarang aku tau, apa artinya pengkaderan dalam kenyamanan. Nyaman sebagai kawan, segan dalam struktur organisasi dan sopan sebagai keluarga. Itu yang diajarkan mreka kepada kami dan belum dapat kami ajarkan kepada generasi di bawah kami.
Obrolan kami berlanjut dengan pembahasan reorganisasi yang sedang dan seharusnya berjalan. Namun sepertinya organisasi kampus sekarang sedang mengalami degradasi, dimana kritikus kritikus dibungkam dengan norma universitas dan segudang tigas kuliah. Organisasi kampus layaknya rokok, yang menjadi racun bagi yang tidak mnyukainya dan menjadi penyemangat bagi yang menyukainya (perokok).
Dimana didalam organisasi penuh dengan ketidakpastian seperti permainan Leng, ada yang menang, yang kalah, yang mati, dikorbankan, dan terbakar. Dan itulah dinamikanya. Seperti itu juga keadaan rumahku sekarang. Ya. HMJ ku adalah rumahku, dimana aku dididik dan dibesarkan disamping rutinitas kuliahku. Disana kudapatkan keluarga baru, yang jauh dari ekpektasi di awal perkuliahan dulu. Dan sekali lagi aku bersyukur telah tersesat, tersesat di jalan yang benar, begitulah aku dan diriku sekarang.